RETORIKA PADA ABAD PERTENGAHAN
Kelompok
3
Desak Nyoman Try Sakti Diantari 1412011030
Ni Nyoman Trisna Wati 1412011039
Siti Nur Anisa
1412011042
I Gusti Bagus Leo .W 1412011043
Kadek Rudy Saputra 1412011048
Ela
Mika Sari 1412011056
UNIVERSITAS
PENDIDIKAN GANESHA
FAKULTAS
BAHASA DAN SENI
PENDIDIKAN
BAHASA DAN SATRA INDONESIA
SINGARAJA
2015
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan
karuniaNya kami dapat menyelesaikan makalah ini dalam waktu yang
telah ditentukan. Dengan judul “Perkembangan
Retorika Pada Abad Pertengahan”.
Kami ucapkan terimakasih kepada
semua pihak yang telah mendukung penyelesaian makalah ini. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kami maupun para pembaca.
Kami sadari dalam makalah ini banyak
kekurangan dan belum sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun dari rekan-rekan
pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah ini.
Singaraja,
21 September 2015
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
Definisi
Retorika berasal dara kata Latin “Rhetorica” yang berarti ilmu bicara. Menurut
Cleantahun Brooks dan Robert Peun Warren Retorika adalah : “Tahune art of using
languange effectively” (Seni penggunaan bahasa secara efektif). Retorika (dari bahasa
Yunaniῥήτωρ, rhêtôr, orator, teacher) adalah sebuah teknik pembujuk-rayuan
secara persuasi untuk menghasilkan bujukan dengan melalui karakter pembicara,
emosional atau argumen (logo).
Retorika
sebagai salah satu disiplin ilmu telah berkembang sejak kurang lebih dua
ribu tahun yang lampau. Dengan umur yang demikian, tentu retorika mengalami
berbagai perkembangan. Retorika berkembang dengan pesat saat munculnya
tokoh-tokoh retorika yang memiliki pemikiran yang cemerlang dan diwujudkannya
karya-karya yang besar dibidang retorika. Sebaliknya, retorika yang memiliki
kemerosotan pada saat retorika dipandang sebagai disiplin ilmu yang kurang
bermanfaat, bahkan ada yang meragukan eksistensinya disiplin ilmu tersendiri.
Keadaan yang terakhir itu menyebabkan retorika mengalami masa suram, tidak ada
perkembangan yang berarti. Munculnya pemikir-pemikir baru menghasilkan wawasan
baru menandakan bahwa retorika mengalami perkembangan yang lancar. Keadaan seperti itu,
juga dialami oleh disiplin ilmu lain.
Perkembangan
retorika dibagi menjadi beberapa zaman, salah satunya adalah pada abad
pertengahan. Sedikit informasi abad pertengahan sering disebut abad
kegelapan, juga buat retorika. Ketika agama Kristen berkuasa, retorika dianggap
sebagai kesenian jahiliah. Banyak orang Kristen waktu itu melarang mempelajari
retorika yang dirumuskan oleh orang-orang Yunani dan Romawi, para penyembah
berhala. Bila orang memeluk agama Kristen, secara otomatis ia akan memiliki
kemampuan untuk nmnyampaikan kebenaran. St. Agustinus, yang telah mempelajari
retorika sebelum masuk Kristen tahun 386, adalah kekecualian pada zaman itu.
Saat ini
tidak banyak yang megetahui bagaimana perkembangan retorika tersebut. Padahal hal
ini sangat penting untuk diketahui, karena kita bisa tau dengan lebih jelas
bagaimana sebenarnya retorika tersebut. Untuk itu dalam makalah kami ini akan
membahas tentang retorika pada abad pertengahan. Kami harap pembaca dapat
mengerti dengan apa yang kami sampaikan dalam makalah ini.
1. Bagaimanakah
perkembangan retorika pada abad pertengahan?
2. Siapakah tokoh-tokoh
retorika pada abad pertengahan?
3. Apakah ciri
Khas retorika pada abad pertengahan?
4. Apa
perbedaan retorika pada abad pertengahan dengan zaman yang lain?
5. Apa contoh
retorika pada abad pertengahan?
1. Untuk
mengetahui perkembangan retorika pada abad pertengahan.
2. Untuk
mengetahui tokoh-tokoh retorika pada abad pertengahan.
3. Untuk
mengetahui ciri Khas retorika pada abad pertengahan.
4. Untuk
mengetahui perbedaan retorika pada abad pertengahan dengan zaman yang lain.
5. Untuk
mengetahui contoh retorika pada abad pertengahan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Perkembangan Retorika Pada Abad Pertengahan
Retorika
pada zaman ini ditandai dengan perubahan sistem pemerintahan yang berubah dari
pemerintahan yang berbentuk republik menjadi pemerintahan dengan kekuasaan
absolute. Kekuasaan berada di tangan Kaisar. Dengan sistem pemerintahan yang
demikian membuat kebebasan berpikir dan berbicara untuk mempersoalkan dan
memperdebatkan hal-hal yang berhubungan dengan kebijaksanaan pemerintahan tidak
ada lagi. Hal itu terjadi pula dalam sistem peralan, yaitu berubah menjadi
lebih bersifat teknik dan terbatas. Keadaan yang demikian mengakibatkan
retorika sebagai wahana untuk kegiatan pemeritahan tidak mempunyai peranan
lagi. Peranan retorika hanya terbatas pada pembicaraan yang bersifat seremonial
saja, umumnya digunakan untuk membicarakan masalah gaya bahasa saja. Dengan
demikian, peranan retorika, baik dalam bidang pemerintahan maupun dalam
peradilan semakin pudar, sehingga retorika tidak lagi mengalami perkembangan
yang menggembirakan.
Peranan
retorika yang masih penting dan semakin menonjol adalah dalam bidang
pertunjukan dan pengembangan agama Kristen. Sehubungan dengan pengembangan
agama Kristen, Agustine menerangkan bahwa seorang ahli retorika Kristen yang
baik adalah seorang yang mempertahankan kebenaran, memerangi dan membetulkan
kesalahan, dan menjelaskan ayat-ayat dalam kitab suci. Mereka harus memikirkan
serta menyusun ceramah agama dan doa-doa dengan baik. Untuk kepentingan itu
mereka harus menguasai retorika. Jadi, retorika menjelang abad pertengahan
kehilangan peranan utama, terutama dalam bidang pemerintahan dan bidang
peradilan.
Pada
masa ini ada empat perkembangan retorika yakni :
1.
Retorika dimasukkan ke dalam jenis
seni liberal dan menjadi bagian dari Trivium. Trivium merupakan seni yang
diajarkan di sekolah-sekolah sebagai keterampilan skolastik yang sangat
penting. Trivium memiliki tiga bagian, yakni :
a.
Logika atau dialektika (berupa kemampuan menalar, dan menemukan
kebenaran).
b.
Grammar (berupa sintaksis, irama , kiasan, dan puisi)
c.
Retorika (berupa kemampuan mengekspresikan diri dengan bahasa, gaya
bahasa, dan mengorganisasikan tuturan).
2.
Retorika dipisahkan kemudian digabungkan dengan
dialektika. Wacana dialektika menggunakan bentuk-bentuk introgasi untuk pemeriksaan dengan pertanyaan. Wacana dialektika juga
menggunakan bentuk-bentuk tanya jawab dan menggunakan silogisme secara sempurna
sehingga diperoleh kebenaran untuk mengalahkan lawan. Sementara, wacana
retorika menggunakan bentuk-bentuk pernyataan dan entimen yang singkat dan
jelas yang mengarah pada penilaian. Setelah dipisahkan, kemudian reorika
disatukan amat erat dengan dialektika. Hal ini mengakibatkan esensi dari
retorika tereduksi. Usnsur utama dari retorika yakni invensi (invention) dan organisasi
(organitation) dikeluarkan dan dimasukan ke dalam dialektika. Jadi unsur yang
ada pada retorika hanya gaya bahasa (ustyle dan penyajian delivery). Hal ini menyebabkan
makna retorika menjadi lebih sempit yakni yang hanya berhubungan dengan gaya
bahasa dan cara penyajian.
3.
Retorika dikaitkan dengan
kemampuan menulis. Pada abad ini ada kecenderungan tidak mengutamakan kemampuan
berpidato kecuali untuk kotbah-kotbah di gereja. Wacana politik, pemerintah dan
kemasyarakatan banyak dilakukan dalam bentuk wacana tulis. Karena itu retorika
menjadi amat penting dalam kegiatan menulis. Kemampuan menulis`dibina pada masa
ini. Penggunaan retorika dalam bidang menulis merupakan perkembangan penting
retorika pada abad pertengahan ini.
4.
Retorika hanya menjadi alat utama
yang paling penting dalam kotbah-kotbah dan doa-doa gereja. Teori retorika
dalam kotbah cenderung bebas, baik teori retorika klasik maupun teori yang
berkembang pada masa itu.
Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa retorika pada abad pertengahan
semakin tereduksi dan kerdil. Hal ini menimbulka atau memunculkan sebuah aliran
baru, yaitu aliran Manerisme (manerism). Aliran ini sangat mengutamakan gaya bahasa. Retorika bagi
aliran ini tidak lebih dari penggunaan bahasa dengan gaya bahasa yang indah.
Pada
abad pertengahan retorika tidak mengalami perkembangan yang berarti, pada masa
ini tidak ada pemikiran-pemikiran baru yang dapat memperkaya teori retorika.
Ahli-ahli retorika hanya mengaplikasikan teori retorika yang telah ada,
terutama konsep retorika cirero. Namun mungkin yang ada di bawah ini bisa
dijadikan refrensi mengenai tokoh-tokoh retorika pada abad pertengahan.
Abad
ini ditandai dengan wejangan-wejangan religius seperti khotbah. Tersebutlah seorang yang bernama Yesus dari
Nazaret yang hidup sekitar 7 tahun sebelum Masehi sampai 30
sesudah Masehi. Ia seorang pewarta yang memiliki daya tarik dan daya sugesti
yang mempesona. Dalam usaha menyebarluaskan ajaran Yesus, para pengikutnya ikut
mengembangkan kepadaian berbicara lewat khotbah-khotbah yang dibawakannya.
Paulus dari Tarsus (5-64M) adalah seorang warga Romawi yang menguasai
pengetahuan klasik dan memperluas ajaran Yesus melalui khotbah-khotbahnya.
Pada
abad-abad berikutnya ketika kekristenan mulai meluas banyak muncul pembicara
terkenal yang mengembangkan ilmu kepandaian berbicara melalui khotbah. Beberapa
nama terkenal seperti Tertulianus (150-230), Lactantius (260-320) yang digelari
Ciceronya orang kristen, Victorianus, Aurelius Agustinus (354-430) Hironimus
(348-420), Yohanes (344-407) yang dijuluki mulut emas. Menurut Yohanes seni
berbicara adalah medium untuk merebut hati pendengar dan mempengaruhi jiwanya.
Pada golongan muslim di daerah Timur muncul peradaban
baru. Seorang nabi menyampaikan firman Tuhan, “Berilah mereka nasihat dan
berbicaralah kepadamereka dengan pembicaraan menyentuh jiwa mereka”(Al-Quran
2:63). Muhammad saw bersabda untuk memperteguh firman Tuhan tersebut,
“Sesungguhnya dalam kemampuan berbicara yang baik itu ada sihirnya”.
Beliau sendiri adalah seorang pembicara yang fasih
dengan kata-kata yang singkat dan mengandung makna yang padat. Para sahabat
bercerita bahwa ucapan beliau sering menyebabkan pendengar berguncang hatinya
dan berlinangan air matanya. Beliau tidak hanya menyentuh hati umatnya, tetapi
menghimbau akal para pengikutnya. Salah seorang sahabat yang paling dikasihi
nabi Ali bin Abi Thalib, mewarisi ilmnya dalam berbicara. Pada diri Ali bin Abi
Thalib kefasihan dan kenegarawanan bergabung kembali. Khotbah-khotbahnya
dikumpulkan dengan cermat oleh para pengikutnya dan diberi judul Nahjal-Balaghah (jalan Balaghah).
Balaghah menjadi disiplin ilmu yang menduduki status yang mulia dalam peradaban
islam. Kaum muslim menggunakan balaghah
sebagai pengganti retorika.
Adapun beberapa hal yang menjadi
ciri ciri retorika pada abad pertengahan
yaitu:
1.
Retorika dimasukkan kedalam jenis
seni liberal dan menjadi bagian dari Trivium.
2.
Retorika dipisahkan kemudian
digabungkan dengan dialektika.
3.
Retorika dikaitkan dengan bidang
menulis.
4.
Retorika dijadikan sebagai alat
untuk berkotbah.
5.
Retorika tidak lagi menjadi alat
perpolitikan.
6.
Retorika hanya berupa gaya bahasa
dan cara penyajian.
7.
Retorika pada masa ini memunculkan
aliran Manarisme.
1.
Dengan masa Yunani
Perbedaan retorika pada masa Yunani dengan abad pertengahan
yaitu, retorika pada abad pertengahan tidak lagi digunakan sebagai alat
perpolitikan. Selain itu pada abat pertengahan retorika juga sudah dikaitkan
dengan kemampuan menulis, dan tidak lagi mengutamakan kemampuan berpidato,
kecuali untuk berkotbah di gereja.
2.
Dengan masa Romawi
Pada masa Romawi masih ada orator-orator yang terkenal. Selain itu pada masa romawi pidato
masih sangat
dipergunakan. Tentunya hal ini ini berbeda dengan abad pertengahan yang hanya
mempergunakan retorika sebagaai alat kotbah di gereja.
3.
Dengan Abad renaisan
Retorika pada masa ini pun sangat berbeda dengan abad
pertengahan.
Sebelumnya sudah dijelaskan bahwa pada abad pertengahan retorika tidak terlalu
eksis lagi, maknanyapun mulai sempit. Sedangkan pada masa renaisan retorika kembali bangkit, dan
kembali mengunakan kaidah pada zaman yunani-romawi.
Bila ditinjau mungkin akan terasa sulit menjabarkan retorika
pada abad pertengahan
ini karena pada masa ini retorika hanya sebagai alat kotbah di gereja. Tapi
mungkin ini bisa dijadikan sebagai contoh retorika pada saat itu. Pada golongan
muslim di daerah Timur muncul peradaban baru. Seorang nabi menyampaikan firman
Tuhan, “Berilah mereka nasihat dan berbicaralah kepada mereka dengan pembicaraan
menyentuh jiwa mereka”(Al-Quran 2:63). Muhammad saw bersabda untuk memperteguh
firman Tuhan tersebut, “Sesungguhnya dalam kemampuan berbicara yang baik itu
ada sihirnya”.
3.1 Simpulan
Saat abad pertengahan retorika
mengalami penurunan yang sangat drastis. Makna retorika menjadi sempit, yakni
hanya sebatas gaya bahasa dan cara peyajiannya. Penggunaan retorikapun hanya
banyak digunakan sebagai alat kotbah di gereja saja. Tokoh-tokoh yang terdapat
pada abad`pertengahanpun lebih banyak para pemuka agama yang berkotbah pada abad itu.
3.2 Saran
Sebagai calon guru bahasa indonesia,
seharusnya kita memahami apa itu retorika dan bagaimana perkembanggan retorika
dari masa ke masa, agar nantinya kita bisa menjadi guru bahasa Indonesia yang
tau akan retorika. Selain itu kita bisa mempertahankan ilmu retorika ini agar
tidak mengalami penurunan lagi seperti pada abad pertengahan.
Martha
I Nengah. 2012. Pengantar Retorika.Universitas
Pendidikan Ganesha: Singaraja.