Kamis, 03 November 2016

esai sosiologi sastra



Esai Sosiologi Sastra
Nilai-Nilai Kehidupan dalam Rantau 1 Muara
Oleh Ela Mika Sari (1412011056)

Novel Rantau 1 Muara karya A. Fuadi ini bercerita mengenai cinta dan perjuangan. Tepatnya cinta dan perjuangan yang didasari oleh nilai-nilai islami. Lika-liku kehidupan dalam rantauan serta pemaknaan terhadap tujuan hidup yang digoreskan lewat sosok Alif dengan sangat indah dalam Rantau 1 Muara yang akhirnya menemukan minat, belahan jiwa dan makna hidup. Itu semua didapatkannya melalui perjuangan yang tidak mudah juga.
Fenomena-fenomena atau masalah yang terjadi dalam novel ini memiliki persamaan dan ada di masyarakat pada umumnya seperti nilai religius, kerja keras dan cinta tanah air. Nilai-nilai ini dapat dilihat dari beberapa kutipan. Misalnya, nilai kerja keras yang terdapat dalam novel juga dapat dijadikan atau pelajaran dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini, nilai kerja keras terdapat pada beberapa kutipan di bawah ini.

Tentulah aku beruntung. Seandainya dia tahu dan merasakan bagaimana aku mengorbankan kenikmatan-kenikmatan sesaat untuk sampai “beruntung”. Berapa ratus malam sepi yang aku habiskan sampai dini hari untuk mengasah kemampuanku belajar, membaca, menulis, dan berlatih tanpa henti. Melebihkan usaha di atas rata-rata orang lain untuk agar aku bisa mengangkat harkat diriku. (hal. 8)


“Jangan gampang terbuai dengan keamanan dan kemapanan. Hidup itu kadang perlu beradu, bergejolak, bergesekan. Dari gesekan dan kesulitanlah, sebuah pribadi akan terbentuk matang. Banyak profesi di luar sana, usahakanlah untuk memilih yang paling mendewasakan dan paling bermanfaat buat sesama. Lalu kalau kalian nanti sudah bekerja, jangan puas jadi pegawai selamanya, tapi punyailah pegawai.” (hal. 12)


Konsentrasi yang diperlihatkan Randai sebentar lagi akan mengantarkan dia mencapai impian kami berdua dulu, yaitu belajar membuat pesawat sampai ke Jerman, tempat Habibie bersekolah. (hal. 29)


Malah, ketika newsroom semakin senyap semakin bergolak semangatku. Ketika malam semakin gelap, semakin menyala tekadku. Aku tahu jika aku terus berjuang dalam sunyi, aku menuju ke tempat yang tidak semua orang akan sampai. Ketempat orang-orang terpilih saja. Orang-orang yang kerap dianggap aneh oleh orang kebanyakan. Tuhan ini Maha Melihat siapa yang paling bekerja keras. Dan Dia adalah sebaik-baiknya penilai. Tidak akan pernah Dia menyia-nyiakan usaha manusia. Aku percaya setiap usaha akan dibalas-Nya dengan balasan sebaik-baiknya.”  (hal. 154)


Kutipan-kutipan di atas menunjukkan bahwa siapa yang melebihi jam kerja orang kebanyakan, maka ia akan mendapatkan ganjaran atau hasil di atas orang kebnyakan pula. Seperti pepatah Arab yang mengatakan bahwa: Man Thalabal ula sahirul layali. Siapa yang ingin mendapatkan kemuliaan, bekerjalah sampai jauh malam. Tidak hanya itu dalam novel ini juga mengangkat sebuah “mantra” yang menjadi motivasi bagi tokoh yaitu “Man saara ala darbi washala” yang artinya siapa yang berjalan di jalannya, akan sampai di tujuan.
Dalam hal kerja keras kita juga dituntut untuk konsisten dalam satu bidang tertentu. Agar lebih fokus dalam berusahan untuk mencapainya. Untuk lebih membakar semangat, agar kerja keras yang telah dilakukan tidak sia-sia kita juga membutuhkan persaingan. Persaingan yang panas tapi sehat. Seperti ayat dalam Al-Quran yang berbunyi “Fastabiqul khairat” yang artinya berlomba-lomba menuju kebaikan (QS: Al-Baqarah:148). Selain kerja keras dalam novel ini juga mengandung banyak nilai-nilai religius.

Jangan-jangan ini adalah jalurku yang selama ini tidak kusadarai. Jangan-jangan ini misiku. Caraku mengabdi dan menjadi khalifah dimuka bumi. Aku bisa menjadi, penulis buku, atau bahkan wartawan. (hal. 30)


Selesai mengatupkan kedua tanganku diwajah sebagai penutup doa, aku ambil Alquran kecilku di rak musholla. Hari Kamis malam Jumat biasanya jadwalku membaca Yasin. Aku niatkan mengirimi kebaikan bacaan mulia ini untuk Almarhum Ayah dan keluargaku yang yang telah mendahului kami. (hal. 149)


Sejak alam ini terkembang, malam-malam sepi telah menjadi saksi orang-orang besar dalam sejarah. Malam yang hening, kadang menjadi waktu lahirnya karya-karya besar. Ada kekuatan ajaib di dalam kerja keras dan perenungan di tengah kesenyapan malam. Ada kemesraan yang personal dengan Zat Yang Kusus dalam sepi. Ada keberkahan di saat-saat sepertiga malam. (hal. 154)


“Kalau di pesantren kami diajarkan nasihat Nabi yang bilang: khairunnas anfa’uhum linnas. Sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain. Nah bermanfaat kan bisa pakai apa saja yang kita punya. Bahkan tersenyum saja sudah manfaat untuk menyenangkan hati orang yang melihatnya. Manusia yang bermanfaat adalah manusia terbaik. The most successful person.” Jawabku. (hal. 161)


Bukannya berjalan menuju musolla kecil buat mahasiswa di Student Center, dia malah mengajakku berjalan terus kearah sebuah gereja tua di ujung kampus. (hal. 209)

            Novel ini memang sangat kental dengan keislaman yang banyak mengangkat pepatah dari Arab, hadits, bahkan Al-Quran. Menjadi Khalifah di muka bumi memang sudah menjadi tugas umat manusia yang telah disampaikan Allah dalam Al-Quran untuk senantiasa berbakti kepada Allah SWT, dengan menaati perintah-Nya dan menjauhi lanrangan-Nya serta selalu berkeinginan untuk meraih kehidupan yang lebih maju dengan cara yang baik dan benar. Bermanfaat bagi orang lain juga menjadi tugas seorang khalifah di muka bumi ini.
            Dalam novel ini juga terdapat adanya nilai toleransi. Ketika Alif berada di Amerika, ia dan teman-teman muslim lainnya yang berasal dari berbagai Negara melakukan solat Jumat di sebuah gereja. Seorang Pastor penjaga gereja memperbolehkan umat muslim di sana menggunakan gereja untuk solat jumat, karena umat muslim di kampus itu tidak mendapat tanah yang cukup lapang. Sungguh toleransi yang sangat luar biasa dan patut ditiru. Cinta tanah air yang terdapat dalam novel, diperankan oleh tokoh Alif dan beberapa temannya dari pondok madani dulu yang kebetulan juga sedang merantau di negeri orang memiliki pelajaran tersendiri. Dalam hal ini nilai cinta tanah air terdapat di beberapa kutipan dalam novel.

“Rumah adalah tempat dimana kita dekat dengan keluarga. Di Tanah Air”. (hal. 361)


“Ambo merasa telah banyak belajar dari melihat negeri orang. Seperti kata pepatah Minang, jauah bajalan banyak diliek, lamo hiduik banyak diraso, jauh berjalan jadi banyak yang dilihat, lama hidup banyak dirasa. Ada masanya menetap di tempat asal. Kami mau member tahu kalau kami akan pulang for good setelah Lebaran. Selamanya”. (hal. 363)


Raja saling berpandangan dengan istrinya, lalu dengan muka cerah menjawab, “Ruju ala dawam. Pulang kampunglah aku.”  (hal. 347)
“Negaraku surgaku, bila tiba waktunya kita wajib pulang mengamalkan ilmu di Indonesia,” balas Atang. (hal. 375)


“Saya sangat berterima kasih atas tawaran Anda. Tapi saat ini kepeutusan kami sudah bulat. Kami ingin pulang ke Indonesia.” Kataku sambil bangkit dari tempat duduk dan mengulurkan tangan untuk pamit. (hal. 390)


“Muara manusia adalah menjadi hamba sekaligus khalifah di muka bumi. Sebagai hamba, tugas kita mengabdi. Sebagai khalifah, tugas kita bermanfaat. Hidup adalah pengabdian. Dan kebermanfaatan.” (hal. 395)


            Terlihat dari kutipan-kutipan di atas yang mengandung nilai cinta tanah air, para tokoh dibuat untuk kembali ketempat asal atau negaranya. Dari mana kita bermula dan kemana kita bermuara. Mungkin ini kata-kata yang cocok untuk tokoh Alif, istrinya dan teman-teman yang akan pulang ke tanah air. Setelah berkeliling ke separuh dunia, mereka lebih memilih Indonesia sebagai muaranya. Mereka menganggap bahwa Indonesia lebih membutuhkan mereka. Hal ini berarti mereka sangat memiliki rasa cinta tanah air dan ingin mengaplikasikan ilmunya di tanah air tercinta.
            Berdasarkan uraian di atas, novel Rantau 1 Muara mengandung nilai-nilai kehidupan seperti nilai religius, kerja keras dan cinta tanah air. Hal ini dapat kita lihat dari kutipan-kutipan di atas dan juga tidak terlepas dari latar belakang pengarang. Ketiga nilai kehidupan itu sangat menonjol dalam novel Rantau 1 Muara  yang menyebabkan novel ini memiliki hubungan yang sangat erat dengan masyarakat dan kenyataan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Diharapkan segala bentuk komentar atau saran harus menggunakan bahasa yang SOPAN, tidak MENYINGGUNG perasaan siapa pun dan tidak bernilai SARA