Esai
Sosiologi Sastra
Nilai-Nilai Kehidupan dalam Rantau 1 Muara
Oleh
Ela Mika Sari (1412011056)
Novel Rantau 1 Muara karya A. Fuadi ini
bercerita mengenai cinta dan perjuangan. Tepatnya cinta dan perjuangan yang
didasari oleh nilai-nilai islami. Lika-liku kehidupan dalam rantauan serta pemaknaan terhadap tujuan
hidup yang digoreskan lewat sosok Alif dengan sangat indah dalam Rantau 1
Muara yang akhirnya menemukan minat, belahan jiwa dan
makna hidup. Itu semua didapatkannya melalui perjuangan yang tidak mudah juga.
Fenomena-fenomena atau masalah yang terjadi dalam novel ini
memiliki persamaan dan ada di masyarakat pada umumnya seperti nilai religius,
kerja keras dan cinta tanah air. Nilai-nilai ini dapat dilihat dari beberapa
kutipan. Misalnya, nilai kerja keras yang terdapat dalam novel juga dapat
dijadikan atau pelajaran dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini, nilai
kerja keras terdapat pada beberapa kutipan di bawah ini.
Tentulah aku beruntung. Seandainya dia tahu dan merasakan
bagaimana aku mengorbankan kenikmatan-kenikmatan sesaat untuk sampai
“beruntung”. Berapa ratus malam sepi yang aku habiskan sampai dini hari untuk
mengasah kemampuanku belajar, membaca, menulis, dan berlatih tanpa henti.
Melebihkan usaha di atas rata-rata orang lain untuk agar aku bisa mengangkat
harkat diriku. (hal. 8)
“Jangan gampang
terbuai dengan keamanan dan kemapanan. Hidup itu kadang perlu beradu,
bergejolak, bergesekan. Dari gesekan dan kesulitanlah, sebuah pribadi akan
terbentuk matang. Banyak profesi di luar sana, usahakanlah untuk memilih yang
paling mendewasakan dan paling bermanfaat buat sesama. Lalu kalau kalian nanti
sudah bekerja, jangan puas jadi pegawai selamanya, tapi punyailah pegawai.”
(hal. 12)
Konsentrasi yang diperlihatkan Randai sebentar lagi akan
mengantarkan dia mencapai impian kami berdua dulu, yaitu belajar membuat
pesawat sampai ke Jerman, tempat Habibie bersekolah. (hal. 29)
Malah, ketika newsroom
semakin senyap semakin bergolak semangatku. Ketika malam semakin gelap,
semakin menyala tekadku. Aku tahu jika aku terus berjuang dalam sunyi, aku
menuju ke tempat yang tidak semua orang akan sampai. Ketempat orang-orang
terpilih saja. Orang-orang yang kerap dianggap aneh oleh orang kebanyakan.
Tuhan ini Maha Melihat siapa yang paling bekerja keras. Dan Dia adalah
sebaik-baiknya penilai. Tidak akan pernah Dia menyia-nyiakan usaha manusia. Aku
percaya setiap usaha akan dibalas-Nya dengan balasan sebaik-baiknya.” (hal. 154)
Kutipan-kutipan di atas menunjukkan bahwa siapa yang
melebihi jam kerja orang kebanyakan, maka ia akan mendapatkan ganjaran atau
hasil di atas orang kebnyakan pula. Seperti pepatah Arab yang mengatakan bahwa:
Man Thalabal ula sahirul layali. Siapa
yang ingin mendapatkan kemuliaan, bekerjalah sampai jauh malam. Tidak hanya itu
dalam novel ini juga mengangkat sebuah “mantra” yang menjadi motivasi bagi
tokoh yaitu “Man saara ala darbi washala”
yang artinya siapa yang berjalan di jalannya, akan sampai di tujuan.
Dalam hal kerja keras kita juga dituntut untuk konsisten
dalam satu bidang tertentu. Agar lebih fokus dalam berusahan untuk mencapainya.
Untuk lebih membakar semangat, agar kerja keras yang telah dilakukan tidak
sia-sia kita juga membutuhkan persaingan. Persaingan yang panas tapi sehat.
Seperti ayat dalam Al-Quran yang berbunyi “Fastabiqul
khairat” yang artinya berlomba-lomba menuju kebaikan (QS: Al-Baqarah:148). Selain
kerja keras dalam novel ini juga mengandung banyak nilai-nilai religius.
Jangan-jangan ini adalah jalurku yang selama ini tidak
kusadarai. Jangan-jangan ini misiku. Caraku mengabdi dan menjadi khalifah
dimuka bumi. Aku bisa menjadi, penulis buku, atau bahkan wartawan. (hal. 30)
Selesai mengatupkan kedua tanganku diwajah sebagai penutup
doa, aku ambil Alquran kecilku di rak musholla. Hari Kamis malam Jumat biasanya
jadwalku membaca Yasin. Aku niatkan mengirimi kebaikan bacaan mulia ini untuk
Almarhum Ayah dan keluargaku yang yang telah mendahului kami. (hal. 149)
Sejak alam ini terkembang, malam-malam sepi telah menjadi
saksi orang-orang besar dalam sejarah. Malam yang hening, kadang menjadi waktu
lahirnya karya-karya besar. Ada kekuatan ajaib di dalam kerja keras dan
perenungan di tengah kesenyapan malam. Ada kemesraan yang personal dengan Zat
Yang Kusus dalam sepi. Ada keberkahan di saat-saat sepertiga malam. (hal. 154)
“Kalau di pesantren kami diajarkan nasihat Nabi yang bilang:
khairunnas anfa’uhum linnas. Sebaik-baiknya
manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain. Nah bermanfaat kan bisa pakai
apa saja yang kita punya. Bahkan tersenyum saja sudah manfaat untuk
menyenangkan hati orang yang melihatnya. Manusia yang bermanfaat adalah manusia
terbaik. The most successful person.”
Jawabku. (hal. 161)
Bukannya berjalan menuju musolla kecil buat mahasiswa di
Student Center, dia malah mengajakku berjalan terus kearah sebuah gereja tua di
ujung kampus. (hal. 209)
Novel ini memang sangat kental
dengan keislaman yang banyak mengangkat pepatah dari Arab, hadits, bahkan
Al-Quran. Menjadi Khalifah di muka bumi memang sudah menjadi tugas umat manusia
yang telah disampaikan Allah dalam Al-Quran untuk senantiasa berbakti kepada
Allah SWT, dengan menaati perintah-Nya dan menjauhi lanrangan-Nya serta selalu
berkeinginan untuk meraih kehidupan yang lebih maju dengan cara yang baik dan
benar. Bermanfaat bagi orang lain juga menjadi tugas seorang khalifah di muka
bumi ini.
Dalam novel ini juga terdapat adanya
nilai toleransi. Ketika Alif berada di Amerika, ia dan teman-teman muslim
lainnya yang berasal dari berbagai Negara melakukan solat Jumat di sebuah
gereja. Seorang Pastor penjaga gereja memperbolehkan umat muslim di sana
menggunakan gereja untuk solat jumat, karena umat muslim di kampus itu tidak
mendapat tanah yang cukup lapang. Sungguh toleransi yang sangat luar biasa dan
patut ditiru. Cinta tanah air yang terdapat dalam novel, diperankan oleh tokoh
Alif dan beberapa temannya dari pondok madani dulu yang kebetulan juga sedang
merantau di negeri orang memiliki pelajaran tersendiri. Dalam hal ini nilai
cinta tanah air terdapat di beberapa kutipan dalam novel.
“Rumah adalah tempat dimana kita
dekat dengan keluarga. Di Tanah Air”. (hal. 361)
“Ambo merasa telah banyak belajar dari melihat negeri orang.
Seperti kata pepatah Minang, jauah
bajalan banyak diliek, lamo hiduik banyak diraso, jauh berjalan jadi banyak
yang dilihat, lama hidup banyak dirasa. Ada masanya menetap di tempat asal.
Kami mau member tahu kalau kami akan pulang for
good setelah Lebaran. Selamanya”. (hal. 363)
Raja saling berpandangan dengan istrinya, lalu dengan muka
cerah menjawab, “Ruju ala dawam. Pulang
kampunglah aku.” (hal. 347)
“Negaraku surgaku, bila tiba waktunya kita wajib pulang
mengamalkan ilmu di Indonesia,” balas Atang. (hal. 375)
“Saya sangat berterima kasih atas tawaran Anda. Tapi saat
ini kepeutusan kami sudah bulat. Kami ingin pulang ke Indonesia.” Kataku sambil
bangkit dari tempat duduk dan mengulurkan tangan untuk pamit. (hal. 390)
“Muara manusia adalah menjadi
hamba sekaligus khalifah di muka bumi. Sebagai hamba, tugas kita mengabdi.
Sebagai khalifah, tugas kita bermanfaat. Hidup adalah pengabdian. Dan
kebermanfaatan.” (hal. 395)
Terlihat dari kutipan-kutipan di
atas yang mengandung nilai cinta tanah air, para tokoh dibuat untuk kembali
ketempat asal atau negaranya. Dari mana kita bermula dan kemana kita bermuara.
Mungkin ini kata-kata yang cocok untuk tokoh Alif, istrinya dan teman-teman
yang akan pulang ke tanah air. Setelah berkeliling ke separuh dunia, mereka
lebih memilih Indonesia sebagai muaranya. Mereka menganggap bahwa Indonesia
lebih membutuhkan mereka. Hal ini berarti mereka sangat memiliki rasa cinta
tanah air dan ingin mengaplikasikan ilmunya di tanah air tercinta.
Berdasarkan uraian di atas, novel Rantau 1 Muara mengandung nilai-nilai
kehidupan seperti nilai religius, kerja keras dan cinta tanah air. Hal ini dapat
kita lihat dari kutipan-kutipan di atas dan juga tidak terlepas dari latar
belakang pengarang. Ketiga nilai kehidupan itu sangat menonjol dalam novel Rantau 1 Muara yang menyebabkan novel ini memiliki
hubungan yang sangat erat dengan masyarakat dan kenyataan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Diharapkan segala bentuk komentar atau saran harus menggunakan bahasa yang SOPAN, tidak MENYINGGUNG perasaan siapa pun dan tidak bernilai SARA